Apa yang saya temui dalam sholat Tarawih malem ini benar-benar unik. Meskipun ini bukan pengalaman pertama bagi saya menyaksikan peristiwa serupa, tapi ada hal yang menarik yang terselip di dalamnya. Mungkin kawan-kawan sendiri juga pernah mengalami hal seperti saya ketika melaksanakan sholat berjamaah di masjid atau di mushola.
Tadi saya terlambat berangkat ke mushola karena wudlu yang sudah saya jaga setelah sholat Magrib batal menjelang muadzin mengumandangkan adzan isya. Alhasil saya sampai di mushola yang letaknya di depan kontrakan sehingga mendapatkan posisi sholat yang kurang nyaman. Seorang ibu ‘mengoprak-oprak’ saya untuk segera mengisi tempat yang kosong. Sementara saya sendiri merasa bingung, ‘Loh, si ibu (dan beberapa jamaah yang lain) bukannya sudah lebih dulu datang, kok tidak mengisi shaf-shaf yang depan sih?’.
Saya makin merasa bingung setelah menyadari bahwa shaf di depan saya (shaf ketiga terdepan) diisi oleh anak-anak kecil berjejeran. ‘Hmmm, ada yang keliru nih!’, batin saya. Saya jadi teringat tentang masa Tarawih ketika jaman SDA atau SMP (*lupa…. hehehe), Pak Ustadz di kampung pernah mengatakan jika shaf depan dalam berjamaah diisi oleh laki-laki, kemudian ibu-ibu atau perempuan dewasa baru perempuan remaja dan anak-anak. ‘Nah loh, berarti ini kebalik dong?’.
Saya tak sempat berpikir panjang untuk mencari jawaban atau solusinya karna imam sudah membaca takbiratul ihram. Saya akhirnya ‘mengalah’ pada keadaan dan mencoba ‘move on’ dengan segera mengikuti imam untuk menunaikan sholat Isya. Setelah raka’at terakhir saya jadi teringat kembali pada realita tentang kekesalan saya tadi. Ya, tadinya saya memang merasa bingung, tapi lama-lama jadi merasa kesal, bukan pada ibu-ibu tadi tapi kesal pada diri sendiri. ‘Kenapa saya yang sudah tau bahwa ada kekeliruan di depan mata, kok ternyata tidak cukup berani untuk menyatakan kebenaran untuk mengoreksinya?’. Dari sinilah saya berpikir, ‘Ya Allah, ternyata ber-amar ma’ruf nahi munkar itu susah-susah gampang ya’. Ternyata saya yang biasanya senang bicara tak cukup punya nyali untuk memberi tahu tentang anjuran merapikan dan merapatkan shaf ketika sholat berjamaah pada ibu-ibu tersebut. Tapi memang Allah Maha Mengetahui segala yang terjadi, bahkan ketika saya hanya menyimpannya di hati. Allah memberikan pertolongan pada saya. Tiba-tiba ada seorang Mbak-Mbak di shaf kedua terdepan mengundurkan diri dari barisan saat jamaah lain tengah sholat sunnah. ‘Alhamdulillah!!!’. Saya merasa bersyukur dan lega dapat mengisi shaf lebih depan untuk melakukan anjuran merapikan dan merapatkan shaf dalam sholat berjamaah.
Dari kisah itulah kenapa saya ingin menebus rasa syukur tersebut dengan menelusuri kembali keutamaan perintah melutuskan dan merapatkan shaf dan menuangkan pengalaman saya dalam tulisan ini. Semoga kawan-kawan dapat mengambil hikmah dari secuil kisah saya ini dan yang paling penting, kita bisa sama-sama belajar untuk menjaga sholat dan amalan-amalan kita dengan bekal ilmu di dalamnya. Karena Pak Ustadz sering mengingatkan kita bahwa iman tanpa ilmu akan kurang sempurna -‘nilainya’ di hadapanNya. Wallahu’alam bishowab.
*NB:
Penulis sedang dalam masa belajar dalam memaknai kehidupan. Hehehe ^^. Bila ada yang keliru atau kurang sempurna dari tulisan ini, mohon dimaafkan dan juga diberikan bimbingan agar penulis pun tidak ‘tersesat’ dalam pemahaman.
Terkait dengan link tentang perintah meluruskan dan merapatkan shaf dalam sholat berjamaah, sila dilihat di